Jumat, 22 Mei 2015

MAKALAH ETIKA DALAM PELAYANAN PUBLIK

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan  ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas, dan lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik yang dialami oleh negara-negara maju pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan masyarakat akan perlunya peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.

Peningkatan kualitas pelayanan publik mutlak diperlukan mengingat kondisi sosial masyarakat yang semakin baik sehingga mampu merespon setiap penyimpangan dalam pelayanan publik melalui gerakan maupun tuntutan dalam media cetak dan elektronik. Apalagi dengan adanya persaingan terutama untuk pelayanan publik yang disediakan swasta membuat sedikit saja pelanggan merasakan ketidakpuasan maka akan segera beralih pada penyedia pelayanan publik yang lain.Hal ini membuat penyedia pelayanan publik swasta harus berlomba-lomba memberikan pelayanan publik yang terbaik. Ini yang seharusnya ditiru oleh penyedia pelayanan publik pemerintah sehingga masyarakat merasa puas menikmati pelayanan publik tersebut.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menarik beberapa rumusan masalah untuk dijadikan sebagai pokok pembahasan dalam makalah ini, yaitu :
1.      Apa peranan dan kebijakan pelayanan publik ?
2.      Bagaimana etika pelayanan publik ?
3.      Bagaimana permasalahan pelayanan publik di Indonesia ?
4.      Bagaimanakah contoh-contoh pelayanan publik dalam kehidupan sehari-hari ?

C.    Tujuan

Adapun tujuan dituliskannya makalah ini adalah agar kita dapat:
1.      Mengetahui tentang peranan dan kebijakan pelayanan publik.
2.      Mengetahui etika pelayanan publik.
3.      Mengetahui permasalahan pelayanan publik di Indonesia.
4.      Mengetahui solusi dari permasalahan pelayanan publik di Indonesia.
5.      Mengetahui contoh-contoh pelayanan publik dalam kehidupan sehari-hari.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Pelayanan Publik

Pelayanan publik atau pelayanan umum adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan publik oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara). Apalagi saat ini masyarakat semakin sadar apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengontrol apa yang dilakukan pemerintahannya.

Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a.       Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, maupun perusahaan pengangkutan.
b.      Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat primer adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara sehingga klien/pengguna mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara, dan pelayanan perizinan.
c.       Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat sekunder adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.

Terdapat beberapa karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggara pelayanan publik tersebut, yaitu:
Cara-cara yang diperlukan untuk memberikan pelayanan publik yang profesional adalah sebagai berikut:
a.       Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya,
b.      Memperlakukan pengguna pelayanan sebagai customers,
c.       Berusaha memuaskan pengguna pelayanan sesuai dengan yang diinginkan mereka,
d.      Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas,
e.       Menyediakan alternatif bila pengguna pelayanan tidak memiliki pilihan lain.

B.     Etika Pelayanan Publik

Etika pelayanan publik merupakan suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik. Atau dengan kata lain penggunaan atau penerapan standar-standar etika yang telah ada sebagai tanggung jawab aparatur birokrasi pemerintahan dalam menyelenggarakan pelayanan bagi kepentingan publik. Fokus utama dalam etika pelayanan publik adalah apakah aparatur pelayanan publik telah mengambil keputusan dan berperilaku yang dapat dibenarkan dari sudut pandang etika (agar manusia mencapai kehidupan yang baik).

Apabila dikaitkan dengan birokrasi maka etika birokrasi merupakan panduan norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanan pada masyarakat. Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasinya. Etika harus diarahkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang benar-benar mengutamakan kepentingan masyarakat luas.

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mewujudkan integritas dalam pelayanan publik adalah sebagai berikut:
a.       Perilaku pelayan publik (Pegawai Negeri) harus sejalan dengan misi pelayanan publik dari instansi tempat mengabdi.
b.      Pelaksanaan pelayanan publik dapat diandalkan.
c.       Warga Negara memperoleh perlakuan “tanpa pandang bulu”sesuai dengan ketentuan hukum dan keadilan.
d.      Sumber daya digunakan secara tepat, efisien, dan efektif.
e.       Prosedur pengambilan keputusan adalah transparan bagi publik, dan tersedia sarana bagi publik untuk melakukan penyelidikan dan pemberian tanggapan.

Ada dua aspek penting penentu/tuntutan kinerja prima:
1.      Keunggulan teknis (profesionalisme) yaitu efisiensi, produktivitas, dan efektifitas.
2.      Keunggulan moral (etika) yaitu integritas, obyektifitas, atau imparsialitas, keadilan, kejujuran, dan sebagainya.

Dimensi etika dimasukkan dalam pertimbangan atau keputusan pelayanan publik, karena pelayanan publik ditujukan untuk kebaikan masyarakat, bangsa, dan Negara. Etika digunakan sebagai panduan dalam pengambilan keputusan dan sebagai criteria untuk menilai baik-buruknya keputusan. Selain itu, hubungan etika dan pelayanan publik tercermin dalam kenyataan bahwa warga negara telah mempercayakan sumber daya publik kepada birokrasi (sebagai pengelola sumber daya dan penjaga kepercayaan yang diamanatkan oleh warga negara).
Kemudian, nilai-nilai tertinggi yang harus diacu oleh aparatur pelayanan publik (birokrasi) adalah nilai-nilai yang bersumber dari Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 (konstitusi), dan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat. Sedangkan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah : PP No. 42 Tahun 2004 (Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS), UU No.8 Tahun 1974 Jo UU No. 43 Tahun 1999 (Pokok-Pokok Kepegawaian), PP No.30 Tahun 1980 (Peraturan Disiplin PNS), dan UU No.25 Tahun 2009 (Pelayanan Publik).

C.    Masalah Pelayanan Publik

Masalah utama pelayanan publik sebenarnya adalah peningkatan kualitas pelayanan publik itu sendiri. Pelayanan publik yang berkualitas dipengaruhi oleh berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya,sumber daya manusia yang mendukung,dan kelembagaan.
Beberapa kelemahan pelayanan publik berkaitan dengan pola penyelenggaraannya antara lain sebagai berikut:
1.      Sukar Diakses. Unit pelaksana pelayanan publik terletak sangat jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga mempersulit mereka yang memerlukan pelayanan publik tersebut.
2.      Belum informatif.Informasi yang disampaikan kepada masyarakat cenderung lambat atau bahkan tidak diterima oleh masyarakat.
3.      Belum bersedia mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat.Biasanya aparat pelayanan publik belum bersedia mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Sehingga, pelayanan publik dilaksanakan semau sendiri dan sekedarnya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
4.      Belum responsif.Hal ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan publik, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Tanggapan terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan tidak dihiraukan sama sekali.
5.      Belum saling berkoordinasi. Setiap unit pelayanan yang berhubungan satu dengan lainnya belum saling berkoordinasi. Dampaknya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
6.      Tidak Efisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak ada hubungannya dengan pelayanan yang diberikan.
7.      Birokrasi yang bertele-tele. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan melalui proses yang terdiri dari berbagai tingkatan, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.

Berkaitan dengan sumber daya manusia, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empati dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat.
Berkaitan dengan kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.

D.    Solusi Masalah Pelayanan Publik

Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1.      Penetapan Standar Pelayanan

Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.

2.      Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP)

Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:
o   Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus;
o   Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
o   Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan;
o   Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan;
o   Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan;
o   Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas;

3.      Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan

Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survei kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik;

4.      Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan

Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara efektif dan efisien mampu mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan;
Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi.
Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Pelayanan publik masih memiliki banyak kelemahan dilihat dari pola penyelenggaraan yang masih sukar diakses, belum informatif, belum bersedia mendengar aspirasi masyarakat, belum responsif, belum saling berkoordinasi, tidak efisien, maupun birokrasi yang bertele-tele.
2.      Sumber daya manusia penyelenggara pelayanan publik masih belum memiliki profesionalisme, kompetensi, empati, dan etika yang memadai.
3.      Desain organisasi yang penuh dengan hierarkis sehingga pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis) dan tidak terkoordinasi.

B.     Saran

1.      Untuk memperbaiki pola penyelenggaran dapat dilakukan dengan menetapkan standar pelayanan, pengembangan Standard Operating Procedures, pengembangan survei kepuasan pelanggan, pengembangan sistem pengelolaan pengaduan, maupun pengembangan model-model pelayanan publik bekerja sama dengan pihak swasta.
2.      Perlunya bimbingan dan pelatihan kepada aparat penyelenggara pelayanan publik agar dapat bertindak professional, memiliki kompetensi, empati, dan etika yang memadai. Juga perlu dipertimbangkan kompensasi yang tepat bagi aparat penyelenggara pelayanan publik agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
3.      Perlunya restrukturisasi birokrasi yang dapat memangkas kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana sekaligus memberantas KKN.








DAFTAR PUSTAKA

Kusmanadji.2003.Etika Bisnis dan Profesi.Jakarta:Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Sarimah,Ucok.2008.Etika Profesi Pegawai Negeri Sipil Departemen Keuangan Republik Indonesia.Tangerang: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar